Dia...
Seniorku
Sahabatku
Saudaraku
Denting pianoku
Tinta puisiku
Spasi prosaku
Artikulasiku
Grammarku
Tensesku
Structureku
Syntaxku
Tema dramaku
Guru fisikaku
Di SMANAWA dia ibuku
Dia....
Dalam dirinya aku temukan titik-titik cermin
Kala aku menatapnya
Bentuk mata kita sama
Bentuk pipi kita sama
Bau nafas kita sama
Warna kita sama
Kampus kita-pun sama!
Aku wanita dia wanita
Aku muslimah dia muslimah
Aku berjilbab dia berjilbab
Aku orang jawa dia orang jawa
Aku calon guru dia sudah jadi guru
aku....
menyayanginya
seperti
aku menyayangi SASTRA.
Jumat, 06 Maret 2009
KUTUNGGU IA HIDUP, KUTUNGGU IA LAHIR
Dalam hening
Saat saat yang genting
Keringat dingin terlalu lelah untuk mengalir
Dan doa ini tak akan berakhir
Hingga ia lahir
Ruangan ini seakan semakin melebar oleh udara hampa
dan harapan terus menjadi harapan
Menunggu hingga waktu menjadikannya nyata
Entah berapa celsius suhu yang kurasakan ini,
Karena kurasakan kulitku gelisah.
Ia mendesah, menyuruh aku resah
Mungkin menyuruh aku besok nggak usah kuliah
Tapi aku masih belum mengerti
Apa lagi semua ini?
My Only One-nya Mocca
tak bisa lagi membuatku ceria
Dan It’s Not Goodbye-nya Laura Pausini
tak berani menggema.
Mungkin hanya simfoni klasik Canon Pachelbel saja yang sesekali berirama
Ya Allah, aku tak mau kehilangan ia.
Belum kucapai nadzarku padanya.
Dan aku harap
Dari dalam ruangan ini
Akan terdengar panggilan suci-Mu
Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar.
Asyhadu allaa ilaaha ilallah. Asyhadu allaa ilaaha ilallah.
Asyhadu anna muhammadar rasulullah. Asyhadu anna muhammadar rasulullah.
Hayya alash sholaah. Hayya alash sholaah.
Hayya alal falaah. Hayya alal falaah.
Allahu akbar. Allahu akbar. Laa ilaaha ilallah......
terselingi isak yang haru
spektrum sonar melambangkan bahagia
syukur pada-Mu
atas kasih-Mu atas kehadirannya ke dunia
dan sang ibu
tetap sehat seperti sediakala
Saat saat yang genting
Keringat dingin terlalu lelah untuk mengalir
Dan doa ini tak akan berakhir
Hingga ia lahir
Ruangan ini seakan semakin melebar oleh udara hampa
dan harapan terus menjadi harapan
Menunggu hingga waktu menjadikannya nyata
Entah berapa celsius suhu yang kurasakan ini,
Karena kurasakan kulitku gelisah.
Ia mendesah, menyuruh aku resah
Mungkin menyuruh aku besok nggak usah kuliah
Tapi aku masih belum mengerti
Apa lagi semua ini?
My Only One-nya Mocca
tak bisa lagi membuatku ceria
Dan It’s Not Goodbye-nya Laura Pausini
tak berani menggema.
Mungkin hanya simfoni klasik Canon Pachelbel saja yang sesekali berirama
Ya Allah, aku tak mau kehilangan ia.
Belum kucapai nadzarku padanya.
Dan aku harap
Dari dalam ruangan ini
Akan terdengar panggilan suci-Mu
Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar.
Asyhadu allaa ilaaha ilallah. Asyhadu allaa ilaaha ilallah.
Asyhadu anna muhammadar rasulullah. Asyhadu anna muhammadar rasulullah.
Hayya alash sholaah. Hayya alash sholaah.
Hayya alal falaah. Hayya alal falaah.
Allahu akbar. Allahu akbar. Laa ilaaha ilallah......
terselingi isak yang haru
spektrum sonar melambangkan bahagia
syukur pada-Mu
atas kasih-Mu atas kehadirannya ke dunia
dan sang ibu
tetap sehat seperti sediakala
Sabtu, 14 Februari 2009
FRYING PAN
Mantap
Kedua tanganku menggenggam frying pan
Berjalan perlahan
Setapak.
.
.
.
.
Setapak lagi
Menuju meja dosen
Di ruang lab produksi
Disitu
Dosenku menatapku
Dengan tatapan mata bani israel
Terhadap tentara Hamas
Mulutku mengeluarkan angin panas
Tangan gemeretak
Perlahan terayun
Ke kanan atas
.
.
.
.
Otot leher tertarik
Aku berteriak
“PERSETAAAAAAAAAAN!!!!!”
Kutebaskan frying pan ke dosen itu
Frying pan pecah bersama tengkorak sang dosen
Anehnya,
Darah yang mengucur kok bau sampah ya?
Jangan-jangan….
Dia bukan manusia?
Hiiiiih.
Kedua tanganku menggenggam frying pan
Berjalan perlahan
Setapak.
.
.
.
.
Setapak lagi
Menuju meja dosen
Di ruang lab produksi
Disitu
Dosenku menatapku
Dengan tatapan mata bani israel
Terhadap tentara Hamas
Mulutku mengeluarkan angin panas
Tangan gemeretak
Perlahan terayun
Ke kanan atas
.
.
.
.
Otot leher tertarik
Aku berteriak
“PERSETAAAAAAAAAAN!!!!!”
Kutebaskan frying pan ke dosen itu
Frying pan pecah bersama tengkorak sang dosen
Anehnya,
Darah yang mengucur kok bau sampah ya?
Jangan-jangan….
Dia bukan manusia?
Hiiiiih.
Senin, 12 Januari 2009
Serenade yang Menggema ke Dalam Rahim (untuk Bu Rusna, yang kini mengandung anak ketiga)
kemana saja aku selama ini?
aku terlalu jauh pergi
terkubur dalam tirani
disiksa para dosen yang tak punya nurani
kemana saja aku selama ini?
hingga aku tak mengetahui
apa yang telah terjadi
beberapa malam aku bergempur;
melupakan bantal guling kasur
di kampus terkurung di dapur
membuat perut para dosen makmur
namun aku hancur
semalam sebelum sembilan januari
bertahan hingga dini hari aku berdiri
menyusun senjata penghancur rindu tak terperi
hingga tiba pagi
pulang dari kampus masih mencari
agar sekiranya senjata ini berkenan dihati
mungkin aku berlebih - tapi aku melakukan ini setulusnya,
niatku ingin membuatmu merasa hari ini bahagia
apakah kau merasakannya?
desiran angin pagi di UM membawaku memudar-
melayang.
menguap
menyebar
berarak
-di langit enam fakultas-
tapi mengapa...
meski aku berada di angkasa,
kenapa bisa aku tak tahu
bahwa dalam rahimmu
telah bersemayam
sebuah jiwa
sebuah raga
sebuah nyawa
sebuah kehidupan yang akan kau beri nama
Dan hal yang aku bisa lakukan,
hanyalah mengucapkan selamat yang terlambat
memelukmu erat-erat
mencium dua belah pipi putih yang hangat
dan berdoa agar semua berlangsung indah dan selamat
berdoa....
dari setiap sudut UM
dari setiap tempat yang pernah kau tempati
merasakan hangatnya angin pagi
sambil mendentingkan nada demi nada
merangkai sebuah serenade
yang akan terdengar sampai dalam rahimmu
agar bayi dalam kandunganmu tersenyum
dan lahir ke dunia ini tanpa hambatan suatu apa
hingga proses melahirkanmu menjadi detik-detik yang bahagia.
aku terlalu jauh pergi
terkubur dalam tirani
disiksa para dosen yang tak punya nurani
kemana saja aku selama ini?
hingga aku tak mengetahui
apa yang telah terjadi
beberapa malam aku bergempur;
melupakan bantal guling kasur
di kampus terkurung di dapur
membuat perut para dosen makmur
namun aku hancur
semalam sebelum sembilan januari
bertahan hingga dini hari aku berdiri
menyusun senjata penghancur rindu tak terperi
hingga tiba pagi
pulang dari kampus masih mencari
agar sekiranya senjata ini berkenan dihati
mungkin aku berlebih - tapi aku melakukan ini setulusnya,
niatku ingin membuatmu merasa hari ini bahagia
apakah kau merasakannya?
desiran angin pagi di UM membawaku memudar-
melayang.
menguap
menyebar
berarak
-di langit enam fakultas-
tapi mengapa...
meski aku berada di angkasa,
kenapa bisa aku tak tahu
bahwa dalam rahimmu
telah bersemayam
sebuah jiwa
sebuah raga
sebuah nyawa
sebuah kehidupan yang akan kau beri nama
Dan hal yang aku bisa lakukan,
hanyalah mengucapkan selamat yang terlambat
memelukmu erat-erat
mencium dua belah pipi putih yang hangat
dan berdoa agar semua berlangsung indah dan selamat
berdoa....
dari setiap sudut UM
dari setiap tempat yang pernah kau tempati
merasakan hangatnya angin pagi
sambil mendentingkan nada demi nada
merangkai sebuah serenade
yang akan terdengar sampai dalam rahimmu
agar bayi dalam kandunganmu tersenyum
dan lahir ke dunia ini tanpa hambatan suatu apa
hingga proses melahirkanmu menjadi detik-detik yang bahagia.
Kamis, 01 Januari 2009
PESAN
penasaran yang menggelayuti relung hatiku
dapatkah kau mengikrarkan rindu
keinginan yang datang melintas
jadi warna tinta sajakku
bila saja bisa kulihatmu lagi,
jawaban atas bahagia tak terperi
adakah setalian kehangatan
pengikat antara kita agar selalu terasa satu jiwa
damai yang merasuk hatiku kan hanya terasa
apabila aku hadir disana
haruskah kepak sayap terhenti saat kau telah menghilang pergi
aku ingin kita semua saling tahu
tentang apa yang tersimpan di hatiku
dan jika sajakmu telah kupahami
terngiang kini menjadi irama hatiku
di setiap langkah
bukankah ku telah belajar darinya dalam menghargai adanya rasa?
tak ingin kau ajari aku jadi petir,
aku cukup jadi tunas
meski kecil lemah esok kan indah
pinta yang terus menyala dalam hatiku ini hanyalah satu:
aku ingin bertemu...
dapatkah kau mengikrarkan rindu
keinginan yang datang melintas
jadi warna tinta sajakku
bila saja bisa kulihatmu lagi,
jawaban atas bahagia tak terperi
adakah setalian kehangatan
pengikat antara kita agar selalu terasa satu jiwa
damai yang merasuk hatiku kan hanya terasa
apabila aku hadir disana
haruskah kepak sayap terhenti saat kau telah menghilang pergi
aku ingin kita semua saling tahu
tentang apa yang tersimpan di hatiku
dan jika sajakmu telah kupahami
terngiang kini menjadi irama hatiku
di setiap langkah
bukankah ku telah belajar darinya dalam menghargai adanya rasa?
tak ingin kau ajari aku jadi petir,
aku cukup jadi tunas
meski kecil lemah esok kan indah
pinta yang terus menyala dalam hatiku ini hanyalah satu:
aku ingin bertemu...
Langganan:
Postingan (Atom)