Rabu, 31 Desember 2008
Bunga Tanjung dan Lampion Biru di Parkiran A1
bila kubaca dari sinar wajahmu, aku tahu
bahwa arah sinar yang kau rancang telah tentu
bunga tanjungku, ketika angin berhembus ke selatan
kau selalu bilang "aku ingin pulang"
sambil menyinarkan lampion biru yang kemarin kita kerjakan
ketika engkau tersipu malu, aku tunjukkan baris-baris yang tergambar di langit
agar kau tahu bahwa jalan kita tak pernah sempit
bunga tanjungku, terekam olehku kisah saat aku menulis pesan di kaca berdebu
ketika di parkiran belakang A1 kau letakkan lampion biru itu
aku bertanya ada apa denganmu?
Bunga tanjungku,
aku masih menunggu hari itu
dimana aku akan pergi
membawa sinaran lampion biru
kau boleh tunggu aku di gedung A1
karena... bunga tanjungku,
aku akan berpindah haluan,
mengikuti manuver burung elang
menuju bukit untuk melihat matahari terbenam
aku akan berpindah haluan,
keluar dari dapur yang penuh jelaga
keluar dari laboratorium produksi boga yang menyimpan bangkai sapi dan ikan
keluar dari laboratorium pastry yang bergelayut sarang laba-laba
keluar dari laboratorium tata hidang yang atmosfernya kelam
keluar dari bau gas yang mulai menggerogot sukma
aku akan berpindah haluan,
melepaskan diri dari darah otoritas
yang semakin pekat ibarat kabut di hutan belantara
jalan ini masih panjang, bunga tanjungku
dosen dosen keterlaluan itu belum memasang penghalang
roket ini akan melaju kencang
aku akan terbang
membelah langit hitam
dengan sinar lampion biru tak terkalahkan
Rabu, 17 Desember 2008
SEBUAH PANGGILAN
Saat itu aku sedang melaju,
menembus lorong asa yang membentang
aku mengedarkan pandangan
ke kiri dan ke kanan
mencari secercah cahaya keikhlasan
saat itu pula ada yang memanggilku
suara yang sepertinya dulu pernah kudengar
"Pritha...! Pritha...!"
iya...?
"Pritha... ini saya!"
siapa?
"ini saya! bukankah sejak kuliah kamu sangat ingin bertemu saya, hingga kau merelakan kuda besimu kelaparan?"
Kau siapa? apakah kamu salah satu dari tiga ratus teman friendsterku?
"bukan!"
atau... orang yang chatting denganku minggu lalu?
"bukan!"
Lalu kau siapa?
"saya adalah cahaya yang kau cari di sela-sela benang emas kala mentari terbenam,
saya adalah cahaya yang kau cari saat langit terbelah petir,
saya adalah cahaya yang kau tunggu kala malam melarut.
kau ingat, pritha?"
kau siapa? Sesungguhnya begitu banyak orang yang aku cari.
aku mencari pak dekan, agar dosen-dosen tata boga yang keterlaluan segera dilengserkan.
aku juga mencari kepala bagian administrasi pendaftaran, untuk tanya bagaimana cara pindah jurusan tanpa menunggu SNM-PTN datang.
aku mencari dirjen dikti, untuk tanya kapan SNM-PTN dilaksanakan.
aku mencari tentor geografi, karena itu materi SNM-PTN yang aku kesulitan.
kau siapa?
"Pritha, dengarkan hati nuranimu! kau ingin bertemu aku. sekarang lepaskan tarikan gas di tangan kananmu. Injak rem di kaki kirimu dan buka kaca helmmu. lihatlah ke barat."
dan aku nyaris tak bisa berkata apa-apa, ketika aku melihat tempat itu
tempat dimana aku dulu pernah terhalang untuk menunjukkan kasih dan kepedulianku
tempat yang terpotret dalam brosur yang aku terima saat kelas 3 SMA dulu
tempat itu...
"Pritha, kau ingat?"
Ya, aku ingat sekali. tempat yang hingga kini aku tanyakan apakah aku boleh kembali.
walaupun orang tak akan mengerti.
"Pritha, kau kini dapat menjawab kecamuk dalam hatimu selama ini,
bukankah kamu selama ini memang mencari aku?
setiap hari kau sisihkan waktu untuk mencari aku disini,
dan setiap hari itu pula kau belajar untuk mengikhlaskan,
dan belajar untuk mengambil sedikit cahaya keceriaan
walaupun tak selalu kita bisa bertemu - atau sebatas berpapasan"
aku terdiam. Mungkin ini cara Allah meng-ijabah permintaan hamba-Nya.
aku tak tahu apalah kini yang direncanakan-Nya kepadaku.
sebuah permintaan atas dasar cinta karena-Nya dan demi ukhuwah yang indah.
lorong ini semakin hampa, dan hening oleh desahan seribu manusia.
dan kini yang aku rasakan hanyalah wangi tubuhnya
seolah mengajak aku pada tahap yang lebih berarti daripada saling mencari
namun tak jua menemui
di hadapanku berdiri sosok yang aku nanti selama ini
sosok yang membuat aku merasa payah terhadap diri sendiri
namun segalanya akan menjadi berarti
aku genggam tangannya namun tak lama
dan tanpa diminta aku lepas jaketku
menunjukkan seragam koki yang membalutku selama ini
dan berkata, "tahun depan aku tak mau memakai seragam ini lagi"
ia tersenyum dan berkata,
"jangan menyiksa diri ya"
terasa lorong ini semakin melebar
memberi celah bagi seribu kupu-kupu untuk datang
beterbangan riang sambil menyanyikan lagu persaudaraan
ia lalu menggamit tanganku dan mengajakku berlari
ke tengah padang rumput luas menghijau
mengajak aku berteriak sekeras-kerasnya
dan merasakan hangatnya angin senja...
Geri Halliwell - Calling.mp3
Senin, 15 Desember 2008
DIATAS NAMAMU
keretamu yang penuh cinta
kesekian kalinya melintas di depan mata
namamu, yang kini menghiasi mata hati
ada sepucuk suratyang berkata
bahwa kereta kencana selalu membawa pelita di setiap perjalanannya
kereta yang satu itu yang memperaki hari
dikala gelayut tak mampu lagi mendebar sang petir
tanyakan pada kusirnya
mengapa cinta ini belum sirna
masihkah kau bawa cinta, untuk kau gelorakan diatas namamu?
Diatas namamu,
ada setetes asa
yang tak sebanding dengan airmata
dibalik kacamu,
tergambar satu bingkai kasih
yang tak renta digerogoti usia
aku mau merangkai tawa
atas khayalan yang sirna
bahwa ternyata aku tak punya alasan apa-apa
sehingga sempat aku berkata:
"sudahlah, kita jadi teman saja"
Jumat, 12 Desember 2008
PARADH -- Untuk Dosen-Dosen Tata Boga yang Beneran Kelewatan.
Seorang wanita berkepala tikus curut masuk ke kelasku
menebarkan aroma kebencian yang busuknya meradang
lidahnya yang berliur tai merangkai kata penghujam
yang membelah spektrum rona cahaya menjadi kelam
semua mahasiswa disini hanya bisa terduduk bisu
tenggelam dalam ketunggalan yang memuncak mutlak
Otoritas telah menjadi hemoglobin dalam darah wanita itu
dan menjadi oksigen dalam udara yang dia hembuskan.
Iris matanya tak terprogram untuk membaca penderitaan
gendang telinganya terbuat dari logam yang tak bisa mendengar jeritan
keringat yang mengalir di sela jari kakinya menjadi belatung
yang disetiap kali ia melangkah menjadikan tanah UM berbau neraka
menyengat, menyebar ke seluruh penjuru UM.
Mendorong mahasiswa mundur dari langkah menuju kuliah
berpuluh kilometer di kampung halaman terdengar suara:
"Menjauhlah dari ia! kentutnya adalah api neraka
keadaanmu saat ini ia tak akan pernah paham
yang dia tahu dan yang dia ingin adalah melihat kamu pasrah
dan lupa bahwa niatmu suci memegang amanah"
Bayaran 100 nyawa baginya tak akan cukup
karena di hatinya sadisme tak akan puas
otoritas demi otoritas akan terus mengalir
hingga esok jurusan ini mencapai kata LIKUIDITAS.
Cmon let begin our rebellion against our F*CKING lecturers let make them feel Like SH*T let break the DAMN rules, let take back our freedom.
(Dikutip dari blognya Atal, temennya Ussi. FYI, saya setuju sekali dengan kalimat ini)
Kamis, 04 Desember 2008
CATATAN TERAKHIR SEBUAH HARAPAN
yang hanya dilewati lalu dilupakan
kerikil-kerikilnya dihujati, dan padamu kembali dilemparkan
Tapi aku ingin melihatmu sebagai perhentian,
sebuah istana yang merengkuh dengan sangat nyaman
sebuah tempat dimana aku bisa berteduh untuk mencari kehangatan,
dari hantaman badai dan hujan
itulah sebaris harapan yang aku panjatkan
ketika segalanya akan tinggal kenangan
sambil berjanji terus mendentingkan nyanyian
yang dahulu kau ajarkan.
Ruang komputer, desember 2008