kau tepuk perlahan hati yang hening
dan bertanya, “kaukah itu, jiwa-jiwa yang dingin?”
kau buka pintu, kau sibak tirai
mencari langit biru untuk dibelai
dengan sebatang lilin kau susuri gua
mencari stalagtit yang menggantung paling tua
diatas sungai yang tak lagi mengalir
karena sungai itu adalah airmata kehidupan getir
kau tendang airnya. Cipratannya meluncur membasahi mata jiwa
seolah dia ingin berkata,
“untuk beberapa dari mereka, airmata emang gak ada artinya”
menyusuri setiap jengkal bentangan hidup
membuka pintu hati yang tertutup
kau datang menggebrak rindu senyap
sambil mengusap kilatan kaca di mata yang sembab
kaulah itu, ibu muda berjaket biru tua
yang datang jauh-jauh dari timur kota
untuk memberi makna
bagi setiap nafas yang aku hela
Tidak ada komentar:
Posting Komentar