Jika malaikat membawakan kembali
Selendang putih biru itu untuk menyelimut hati
Antarkan aku ke tempat dimana aku bisa mengelap intan kebahagiaan
Supaya ia kembali bersinar
Setiap sekon waktu yang ditempuh cahaya itu
Memberi aku sejengkal keyakinan
Dan merubahnya menjadi sebuncah energi
Untuk kemudian kuteriakkan
Keinginan itu – sekali lagi!
Dan langitpun gagal menggelayutkan kelabunya
Nampak sekali beraraknya tercabik-cabik
Hingga biru masih mau menampakkan diri
Dan patutlah aku tersenyum lagi
Derap kakiku diatas jalan yang basah
Mencari pelangi menghujam gunung
Aku berjalan menyusuri jembatan
Dan pantai dihadapku memberiku sebuah jawaban
Lewat burung camar yang menyanyi riang
Berupa deru angin yang menghangatkan
Hela nafasku – damai yang jarang kurasakan
Kemana perginya jiwa yang berani ingin,
Dan menganggap lolongan hanya sebagai nyanyian angin
Kini ia membentang luas sayap,
Sambil melatih hatinya untuk berteriak:
“aku masih ingin keluar dari cangkang pengap ini, sialan! Sudah, panggilkan satu aja malaikat untuk datang kesini. Suruh dia mbawa aku pergi ke istana yang dipeluk awan hijau!”
Ruang komputer, November 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar