Minggu, 27 September 2009

Nyanyian hatimu yang fals dengan denting pianoku

semua tawanya,
hanyalah dusta hampa yang mencoba menderakkan ruang rumah ini
semua ajakannya,
hanyalah kamuflase untuk menutupi hati yang sepi
dan apa yang direncanakannya,
sejak aku lahir hingga nanti aku mati
tak akan pernah sejalan dengan melodi yang kumainkan

-----ah ya, desah nafasmu saja fals, apalagi irama yang kaumainkan di hatiku!

hingga hari itu tiba
absolutismemu kembali
dan kamu bukanlah perfeksionis, tapi PERFECT ZIONIST.

ya, cara membaca yang berbeda,
melambangkan perasaanku padamu berbeda dari apa yang mereka kira.

kemutlakanmu memuncak tunggal
beku disitu
satu

aku ingin kuliah dari jam 6 pagi sampe jam 9 malam, biar aku nggak usah ketemu kalian,
ah, atau aku pindahin kamarku ke SMAN 9, depan ruang guru?

aku ingin jadi reporter yang saat idul fitripun tetap bekerja,
karena sesungguhnya warnaku sudah kau ubah hitam oleh segala vonismu.

-------stop, nggak usah berdalih bahwa kau lebih parah dan lebih rapuh lagi,
sesungguhnya sudah 10 tahun lamanya kau retakkan bola kristal
yang bergelantungan di langit seribu mimpi.

BAH!

aku tak takut mereka kelak menginterogasiku,
karena di setiap tulisanku,
tak pernah kusebut namamu.
aku tak pernah menjadi putih walau kau tumpahkan 100 botol bayclin
karena luka yang kau torehkan terlalu dalam
dan kausayat terus selama sepuluh tahun.

BAH!

jika aku pernah menyalakan lampumu,
sesungguhnya itu hanya sandiwara
seperti halnya tawamu
yang memancing aku untuk menyanyikan lagu yang kau gubah
padahal aku sudah lama mau muntah

I don't love you, like I did yesterday...

Senin, 14 September 2009

Bukakan Pintu!

ingat satu tahun kemarin?
ya, abu-abu.
rindu melihat langit,
rindu melewati tempatmu datang kembali

ingat pinta yang kusebutkan di pintu rumahmu?
aku bilang aku ingin pergi
kala kau mempertanyakan bagaimana keadaannya
dan apa yang aku rasa setelah itu

aku bilang, aku mau pergi. pergi melaju kencang dengan honda CBR ini. aku bilang, belikan aku pertamax plus. yang penuh satu tangki. biar tak ada hambatan saat aku pergi. tapi kau tertawa saja.

ingat lagu yang ia nyanyikan saat aku pergi?
ya, kini aku bisa mendengarkan kau menyanyikannya dalam hati,
kau membuatku yakin bahwa aku bisa melakukan lebih dahsyat dari yang aku kira.

dua hari yang menentukan hidupku
sebulan pasrahku pada-NYA.
kau ajak aku lari untuk melihat langit lagi
seperti dulu
untuk berteriak, "Bukakan pintu! aku ingin belajar padamu!"

aku tahu tak seterusnya kau menemani aku disini
karena lagu yang dia nyanyikan sudah masuk bait terakhir - ya, aku ikhlaskan kau pulang

karena kau pergi untuk menjawab bahwa sebenarnya pemikiran kita bisa sejalan
dan pertemanan kita bukan hal yang katanya Pak Kardi kurang kerjaan.

hingga aku menyaksikan diri mentari membentangkan jalan emasnya,
hentak sinarnya menerpa pintu kaca abu-abu ditempatku,
hingga iapun terbuka,

dan pria paruh baya itu berteriak,
"Masuklah, pritha! kau telah menemukan jurusanmu. ribuan orang telah kaukalahkan dengan pensil patah dan penghapus kotormu itu. selamat...."

apa kau disana sudah mendengar? tentang pintu yang terbuka, sayang.